Sebenarnya, di negara berpendapatan rendah juga, test and trace bisa diupayakan gratis. Apalagi kalau mau keluar dan bangkit dr wabah. Karena salahsatu kunci agar tidak mewabah itu deteksi dini...
Sayangnya pemerintah seperti abai, belum paham-paham, belum sungguh-sungguh atau sepenuhnya patuh protokol penting 3T ini.
Padahal dahulu kala sudah mau gratis, melalui Dinkes atau Puskesmas tracing bisa gratis tapi hasilnya lama keluarnya, kalau mau berpergian pun bisa mandiri bisa jg di terminal/stasiun/bandara langsung kerjasama dengan lab swasta dan lama-lama digratiskan untuk keperluan perjalanan yg memang mendesak.Kenapa sampai sekarang masih belum gratis dan gerak cepat? Padahal dari awal pemerintah sudah mengusahakan pengadaan fasilitas untuk tes, menambah faskes dan lab, tapi kenapa masih menimbulkan kerumunan? Masih menimbulkan penumpukkan? Apa yang sebenarnya kurang?
Kalau begitu kenapa tidak rekrut petugas lab lebih? Tidak hanya perbaikan infrastruktur fisik saja tapi SDM juga perlu kan (dibantu, didorong)? Atau relawan klinis? Sedangkan kebanyakan voluntary project inisiasi pemerintah daerah (DKI) masih berkutat pada sosialisasi dan rekrutmen untuk desain/poster?
Tanpa deteksi atau tes ya virus akan menyebar liar di luar sana dan itu saja baru salahsatu faktor yang bisa menolong kita keluar dr wabah... Padahal dulu sebelum mewabah msh gampang dikejar tinggal test dan trace yg dr luar negeri, sekarang sudah mewabah sudah umum local transmission bukannya makin gercep malah makin lengah... penerbangan dr India wkt itu exodus banyak malah lolos tidak benar2 diawasi, belum msh banyak oknum2 bandara, surat palsu, dlsbnya... Mudik jg banyak yg lolos, tidak disiplin karantinanya. Masih ada PON pula mau dilanjutkan apa kabar nih? Padahal kasus di daerah lagi meningkat-meningkatnya...
No comments:
Post a Comment