Sunday, December 18, 2016

Autentik

au·then·tic /ôˈTHen(t)ik/ (adj.) of undisputed origin; genuine.

Yang namanya manusia, pasti kita kadang membandingkan diri kita dengan orang lain. Tapi yang nggak kalah penting adalah kesadaran bahwa kita itu beda. Nggak sama percis. Pengalaman hidup kita juga beda-beda. Asal muasal dan kisahnya juga beda-beda. Berbeda bukan berarti kita lebih baik dari mereka atau mereka lebih baik dari kita. Bukan berarti aku lebih baik darinya atau dia lebih baik dariku. Ya pokoknya beda aja. Sesederhana itu.

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (Al-Hujurat:13)

Kalo kita udah sadar dengan perbedaan. Dan mau berdamai akan hal itu. Kita juga akan sadar bahwa masing-masing kita cara belajarnya pun berbeda-beda. Cara menjalani hidupnya beda-beda. Cara ini itunya beda. Nggak perlu maksain diri kita sama kaya yang lain. Nggak perlu maksain orang lain ngikutin pendapat kita.

Sadar nggak? Semua orang itu punya peran hidup masing-masing lagi di dunia ini. Nggak semua orang harus jadi selebgram misalnya, ya nggak? Itu contoh aja, buanyak hal lainnya yang bisa kita awalin dengan “Nggak semua orang harus...” bahkan hal yang menurut kita umum pun bisa kita awalin dengan kata-kata itu. Nggak semua orang harus makan nasi, may be? Nggak semua orang harus jadi dokter? Bener kan?! Orang itu beda-beda. Dan masing-masing punya perannya tersendiri di dunia ini.

Nggak ada salahnya jadi autentik.

Kembali lg mengenai membanding-bandingkan... Yang berbahaya dari membanding-bandingkan adalah... Org kadang jadi sok tau. “Ih enak ya dia...” padahal mah Tuhan Maha Adil kan. Hampir semua hal ada plus minusnya. Hampir semua manusia punya fase up and down-nya masing-masing. Ya kita nggak tau aja. Atau sudut pandang kita aja yang terburamkan. Atau kitanya aja yang harusnya sibuk beramal tapi malah sibuk mandangin hidup orang lain aja. Astaghfirullahaladzim.

Wednesday, December 14, 2016

Mengejar Ilmu, Bukan Nilai Ujian



Gaes gue mau curhat. Ada video yg gue suka bgt, pembicaranya namanya Salman Khan, dia cerita ttg sebenernya kita semua tuh terlahir hebat... Judulnya kalo gak salah: mari mengajar untuk keahlian bukan untuk hasil ujian (let's teach for mastery not test score). Kurang lebih kaya gini:

Ketika kita gak bisa, gagal, atau dpt nilai jelek... Org suka bilang semacam gini "kayanya gue gak bakat deh di MTK" "kayanya MTK gak ada di DNA gue" padahal sbnrnya itu semua bukan krn kita bego... Krn kita blm paham aja tahap2 sblmnya... Misalnya kita disuruh ngerjain pecahan padahal blm khatam perkalian pembagian... Ya pantes aja dpt nilai jelek. Kita disuruh ngerjain kalkulus padahal blm khatam aljabar... Ini tuh sama kaya bikin Rumah tapi pondasinya belom beres.

Analoginya gini. Coba bayangin. Kita bikin rumah... Pas lagi bikin pondasi di daerah kamu ada ujan gede, trs ada bahan2 yg telat dateng pula... Gak mau tau dlm seminggu hrs beres. Trs kontraktornya balik, ngeliat, ngasih nilai "oh ini pondasinya dpt nilai 70 lanjutin ya bikin lantai 1" trs dateng lg "oh ini lantai 1 selesai 50% lanjut ya bikin lantai 2"  gitu aja trs... Ya ancurlah roboh.

Belajar yg lain jg sbnrnya gak jauh beda. Misalnya les karate, renang, atau bhs Inggris, kita mulai dr dasar dulu gitu gak si?kaya karate contoh... harus masterin sabuk apa dlu gtu. Kalo gak lolos ya blm bisa ke level2 selanjutnya.

Sedangkan di sekolah kita belajar. Dalam 1 semester pokoknya harus bisa. Kemudian naik ke level yg lebih susah. Trs tahun ajaran berikutnya sama gamau tau pokoknya dlm waktu segitu hrs bisa. Trs naik lagi ke level selanjutnya yg makin susah lg... Gtu trs... Sampe akhirnya kita mentok "Duh kayanya gua gak bakat di MTK"

Coba sistem belajar kita kaya karate td, setiap org, kertas ujiannya beda2... Sesuai kemampuannya... Pasti lebih banyak yg percaya diri. Dan ketika gagal diulang lg di yang gak bisanya dimana. Sabar. Gigih. Pasti lebih banyak diantara kita yg jd profesional. (Ini dijelasin di video, skrg mungkin bgt sistem belajar gtu)

Saat ini dunia terus berubah. Dunia itu dinamis. Dulu... dunia manual, orang bercocok tanam, apa2 pake tangan, kemudian jd dunia industri... Kebo diganti traktor. Sekarang dunia industri bergeser lg jd digital... Tukang tiket tol sama krl udh diganti mesin... Yang gampang2 udh gak perlu pake tenaga manusia... Diganti mesin.

Nah kebayang gak si? Kalo kita semua sistem belajarnya berdasarkan pemahaman, gak sekedar nilai ujian? Bisa jd dunia kita bergeser lagi... Tadinya manusia kaya piramid yg skillnya sederhana ada banyaaaak... yg skillnya menengah ada sedang... yg skillnya master/ahli cuman sedikit. Dan kebayang gak kalo itu semua berubah... Piramidnya kebalik

Kebayang gak kalo kita semua jd master di bidang kita masing2... udah gak piramid lg... yg skillnya tinggi/ahli jadi banyaaaak... Wow.

Wah berarti diantara kita semua, manusia, kalo gak jd pengusaha, jd ilmuwan, atau jd artis... Kalo itu beneran kejadian. Akan jd waktu yg keren bagi kita untuk hidup dan menyaksikannya.

:)

Nah gara2 video itu gua jd kepikiran bgt tau... Manusia yg paling baik itu yg paling banyak manfaatnya... Ilmuwan, pengusaha, atau dunia kreatif menurut gue jg gtu... impactnya gede. Ada legacy yg ingin mereka amanahkan untuk dunia ini. Ya... Mereka bisa ngubah dunia, gtu, bahkan setelah wafat.

Tp gak gampang ya trnyata, bljr jd pengusaha takut gak laku, bljr jd seniman dibully, bljr jd ilmuwan salah mulu... Tp aku blm menyerah si. Ya abis gimana. No giving up when you're young and you want some :') #numpangcurhat #thestruggleisreal #teachingmyself

Referensi:
TED Talks
HR. Ahmad, ath-Thabrani, ad-Daruqutni. Hadits ini dihasankan oleh al-Albani di dalam Shahihul Jami’ no:3289
Mika - We're Golden
Dan berbagai sumber lainnya

Friday, December 9, 2016

She Was Pretty


She was pretty. She spent half her life plucking, waxing, practising how to wear makeup, applying makeup, shopping for this, shopping for that, taking pictures of herself to show others just how good she was at dressing herself and how beautiful she looked with the makeup she wore, she wore clothes which hung gracefully around her frame, those perfect skinny jeans, that silk blouse which hung to her curves elegantly, those high heels which made her legs look more slender, the fake eyelashes, the fake hair extensions…but it’s ‘my body’ she said. ‘Its up to me how I dress myself, nothing to do with anybody else’ she said ‘il change one day if I’m supposed to’ she said.
Then one day she found herself being lowered into her grave, no fake eyelashes, or perfect fit jeans, no makeup, no heels, just a white sheet, being lowered into the final place her body would ever visit, where her body will slowly disintegrate to nothing as maggots feast on the skin she spent so many hours beautifying for the world. ‘Its my body’ she argued when some advised her and others criticised her, but it was never her body, her body always belonged to Allah swt, her body was a test from her Lord to see whether she spent her life calling it ‘her’ body or treating it like it was a body which belonged to Allah swt. ‘Indeed we belong to Allah and Indeed to Allah we will return’ (Surah Baqarah: 156)
May Allah swt protect us from this way of thinking and open our hearts and eyes to the truth that nothing belongs to us but with the permission of Allah swt. May we be protected from misusing our bodies being tempted by the Dunya. Ameen

#repost @the_real_hijab_in_islam

About Me

My photo
South Tangerang, Banten, Indonesia
Do you know, how many stars in the sky? Do you know how many flowers in this universe? I don't know. But alone, or together they are awesome. I want to be like them.