Saturday, April 27, 2013

Maaf saya bukan benci Anda


Maaf saya bukan benci Anda

Saya menjaga jarak agar nantinya tidak ada yang terluka

Maaf saya bukan ingin terlihat buruk rupa

Saya hanya berpakaian rapih tapi sopan, agar sebagai wanita, saya dilihat pribadinya bukan sekedar ditonton saja tubuhnya

Mengertikah Anda?

Begini saja...

Suatu hari nanti Anda juga akan punya seorang istri bukan? Apa Anda akan tenang bila penampilan istri Anda begitu 'mengundang' hingga semua mata pria tertuju padanya?

Anda tidak akan tenang saya yakin

Istri Anda pun tidak akan tenang

Pria yang memuja istri Anda juga tidak akan tenang, saya sangat yakin

Mengerti bukan? mengapa saya menjaga penampilan saya... Ya, agar dalam kasus ini tidak ada yang dirugikan...

Wednesday, April 17, 2013

Radio Kampus

Suatu hari gua tertarik dengan radio kampus di Indonesia... mood gua saat itu lagi bagus-bagusnya... dan setelah surfing ternyata ada banyak kampus yg radionya jalan...

Hari itu gua berasa orang kerja, tp ngerjain passion gua gtu... Gua cattetin deh radio kampus yang berhasil gua temuin... sayang sekali terbengkalai dan nggak sempet-sempet gua post...

Kali ini gua bakal ngepost twitter radio-radio kampus itu... Di post ini bakal gua sampein list twitter dari radio-radio kampus gitu silahkan dikepoin masing-masing :)

Saturday, April 13, 2013

Mengenai Sistem Pendidikan dan Kita

Setelah udah lumayan lama nggak nge-update blog, tolong dimaklumi post kali ini akan lumayan panjang... Ahaha.

So, here we go~

Akhir-akhir ini isu mengenai ada sesuatu yang salah dengan sistem pendidikan yang ada sekarang ini mulai terangkat. Berikut beberapa berita yang berhasil saya kumpulkan mengenai isu tersebut...


#1 Dari Deddy Corbuzier (Public Figure, Magician, Talk Show Host, etc.)

Penjelasan singkat:
Menurut Deddy, sekolah hanya mengarahkan murid untuk menjadi guru dalam artian guru ingin murid menjadi sepandai gurunya. Guru matematika ingin muridnya pintar matematika, begitu juga guru-guru yang lain. Apabila ada 12 mata pelajaran, maka siswa dituntut untuk menguasai semua mata pelajaran tersebut dengan baik, padahal tidak ada manusia yang sempurna. Lha wong gurunya juga hanya expert pada satu bidang studi saja, kok siswanya dituntut untuk menguasai semua. Apabila ada anak yang mempunyai nilai bagus di mapel kesenian sedangkan nilai matematikanya jelek maka banyak orang tua yang justru mengarahkan anaknya untuk les matematika dibanding les seni. Potensi yang dimiliki anak justru dimatikan hanya untuk mengejar mapel yang mungkin tidak disukai anak. Sebaiknya anak les seni sedangkan matematika dibantu hanya untuk mencapai nilai secukupnya.


#2 Dari Erica Goldson (Valedictorian: Orang yang menyampaikan pidato saat kelulusan dikarenakan ia mendapat prestasi terbaik)

Penjelasan Singkat:
Erica memang adalah siswi terpandai di sekolahnya. Ia memang selalu mendapatkan nilai terbaik dan seharusnya bisa bangga dengan dirinya saat mengucapkan pidato tersebut. Namun setelah direnungkan, ia mengakui bahwa dirinya tidaklah lebih pintar dari teman-temannya.

Selama ini Erica hanya menjalankan apa yang diperintahkan padanya. PR, ulangan, dan aturan sekolah. Ia hanya mengikuti aturan tersebut begitu saja agar ia terhindar dari hukuman, tidak lulus dan formalitas lainnya. Kenyataan ini mungkin menunjukkan betapa rajin dan tertibnya Erica. Setelah ini ia akan lulus, mendapatkan ijazah dan siap bekerja.

Namun Erica adalah seorang manusia yang berpikir dan mencari pengalaman hidup, bukan pekerja. Dalam pidatonya, ia tampak menyesali karena semasa sekolah ia merasa tidak 'hidup'. (Selengkapnya: http://www.vemale.com/inspiring/lentera/21461-apakah-anda-belajar-untuk-lulus-atau-belajar-untuk-kehidupan.html)


#3 Dari Kelley.Katzenmeyer@gmail.com (pembuat film dokumenter koreanhighschool)

Penjelasan singkat:
Dalam enam puluh tahun yang singkat, Korea Selatan berubah dari salah satu negara termiskin di Asia menjadi negara yang memiliki pertumbuhan ekonomi terbesar ke-13 di dunia. Beberapa pelajar Korea diantaranya memiliki skor test tertinggi di dunia, dan tingkat penerimaan yang tinggi untuk memasuki American Ivy Leagues dibandingkan dengan pelajar dari negara asing lainnya. Namun, Korea juga memimpin dunia dalam dua cara-yang tidak begitu menakjubkan tingkat tertinggi operasi plastik per kapita, dan tingkat bunuh diri yang lebih tinggi daripada negara-negara maju lainnya.

Jadi... Seperti apa kehidupan para pelajar Korea? Dalam salah satu masyarakat yang paling kompetitif di dunia, bagaimana seseorang menemukan tempat mereka? Apa yang dibutuhkan untuk mencapai aspirasi dan gol mereka? Film dokumenter kami akan memperlihatkan kehidupan lima pelajar korea diambang keberhasilan atau kegagalan dalam mencapai mimpi mereka. Film ini akan mengikuti pelajar-pelajar tersebut dalam masa-masa paling stress dalam hidup mereka- tahun terakhir sekolah menengah mereka. Setelah belajar selama sekitar enam belas jam setiap hari, masa depan mereka melebur menjadi satu ujian terakhir. On November 10th, 2011, thousands of high school seniors will take a nine hour test that for many, will determine their economic and social status for the rest of their lives.

(Kondisinya nggak beda jauh sama kondisi di sini kan? pertumbuhan ekonomi negara kita juga iwaw lhoh, di sini kita juga pake penentuan dengan nilai UN doang untuk hari kelulusan lhoh tercetak abadi di ijazah sampai akhir hayat, skor test dan tingkat penerimaan di sekolah-sekolah luar negeri kita juga lumayan tinggi lhoh, lamanya jam sekolah kita dari subuh sampe hampir maghrib lhoh nggak kalah ngeri, dan kalo di Indonesia tanpa libur musim panas dan dingin pula kaya mereka.. tapi di Indonesia ada libur puasa dan lebaran si.. Tapi tetep aja tjoooy!!! Bisa kalee bikin film dokumenter di sini juga---ga ada yang minat ya? yaudah lah)

*edit skrg 2017 UN udh gak jd syarat kelulusan dan ada UN perbaikan segala

#4 Dari Prof. Rhenald Kasali (Guru Besar FE UI)
LIMA belas tahun lalu saya pernah mengajukan protes pada guru sebuah sekolah tempat anak saya belajar di Amerika Serikat. Masalahnya, karangan berbahasa Inggris yang ditulis anak saya seadanya itu telah diberi nilai E (excellence) yang artinya sempurna, hebat, bagus sekali. Padahal dia baru saja tiba di Amerika dan baru mulai belajar bahasa.

Karangan yang dia tulis sehari sebelumnya itu pernah ditunjukkan kepada saya dan saya mencemaskan kemampuan verbalnya yang terbatas. Menurut saya tulisan itu buruk, logikanya sangat sederhana. Saya memintanya memperbaiki kembali,sampai dia menyerah.

Rupanya karangan itulah yang diserahkan anak saya kepada gurunya dan bukan diberi nilai buruk, malah dipuji. Ada apa? Apa tidak salah memberi nilai? Bukankah pendidikan memerlukan kesungguhan? Kalau begini saja sudah diberinilai tinggi, saya khawatir anak saya cepat puas diri.

Sewaktu saya protes, ibu guru yang menerima saya hanya bertanya singkat. “Maaf Bapak dari mana?”

“Dari Indonesia,” jawab saya.

Dia pun tersenyum.

BUDAYA MENGHUKUM

Pertemuan itu merupakan sebuah titik balik yang penting bagi hidup saya. Itulah saat yang mengubah cara saya dalam mendidik dan membangun masyarakat.

“Saya mengerti,” jawab ibu guru yang wajahnya mulai berkerut, namun tetap simpatik itu. “Beberapa kali saya bertemu ayah-ibu dari Indonesia yang anak anaknya dididik di sini,”lanjutnya. “Di negeri Anda, guru sangat sulit memberi nilai. Filosofi kami mendidik di sini bukan untuk menghukum, melainkan untuk merangsang orang agar maju. Encouragement! ” Dia pun melanjutkan argumentasinya.

“Saya sudah 20 tahun mengajar. Setiap anak berbeda beda. Namun untuk anak sebesar itu, baru tiba dari negara yang bahasa ibunya bukan bahasa Inggris, saya dapat menjamin, ini adalah karya yang hebat,” ujarnya menunjuk karangan berbahasa Inggris yang dibuat anak saya.

Dari diskusi itu saya mendapat pelajaran berharga. Kita tidak dapat mengukur prestasi orang lain menurut ukuran kita.

(lebih lanjut: https://indonesiamengajar.org/kabar-terbaru/pendidikan-sebenarnya)

About Me

My photo
South Tangerang, Banten, Indonesia
Do you know, how many stars in the sky? Do you know how many flowers in this universe? I don't know. But alone, or together they are awesome. I want to be like them.