Saat kepolosonku masih mengambil peran yang mayor diumurku yang masih belia
Kupikir desir adalah kata yang hanya dapat digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang terjadi dengan pasir
Pasir yang kering...
Terhembus angin sedikit saja...
Akan berdesir...
Kekeringan semusim, mendapat secuil berkahNya saat itu...
Itu jika pasir.. entah di Gurun.. entah di Pantai...
Sekarang
Aku sudah remaja
Dan aku...
Merasakan desir itu
Disini
Dibalik dadaku...
Tahukah kau angin, aku bersyukur merasakan ini
Tapi aku takut kau menjadi badai...
Aku tau Tuhan tidak ingin hambaNya terluka
Maka aku berusaha menahan rasa...
Tapi kenapa desir ini semakin membrutal...
Jika diibaratkan...
Baru saja sang angin barat pergi sejenak
Angin timur menggoda sang pasir untuk berdesir
Imajiku
Bagai air yang menyirami benih yang ditanam
Tapi maaf benih...
Ini bukan musim semi
Kan ku simpan hingga musim berganti
Hingga waktu yang tepat mengilhami
Walaupun kau takkan pernah berbuah
Dan itu karena aku tak pernah memberimu pupuk
Jika kita bertemu lagi..
Akan ku ingat kau sebagai tanaman yang berbeda dibanding tanaman lain nantinya
Kalo kau kupupuki sekarang
Kusirami sepenuh hati saat ini
Aku takut kau layu dan meninggalkan ku sendiri
Kau layu
Kau mati
Begitupun denganku
Tak apa jika nantinya orang lain yang merawatmu
Dan memetik buahmu
Dan aku akan tersenyum melihatmu tumbuh subur dan tak terganti
Menancap lekat dan tak terpisahkan ditanah yang lain
Dan aku harap saat itu aku juga telah mendapatkan benihku yang terbawa angin
Angin yang memberi desir
Dan tumbuh subur, juga berbuah yang manis...
Semanis kedatangan, dari sebuah penantian
Semanis jawaban, dari lantunan harapku pada Tuhan
No comments:
Post a Comment